Bernostalgia dengan Arstitektur Masjid Sharjah

Fajriya Nur Syafa, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Uni Emirat Arab merupakan negara yang terletak di ujung timur Jazirah Arab. Negara ini terkenal dengan masjid-masjid megah dengan arsitektur yang megah dan gaya modern. Namun, terdapat sebuah masjid di Uni Emirat Arab, tepatnya di kota Sharjah, yang tampilan berbeda dari masjid lainnya, masjid ini memiliki arsitektur klasik yang memberikan nuansa Arab khas masa lampau.

Masjid tersebut adalah masjid Sultan bin Abdullah bin Majid al-Owais yang terletak di kota Sharjah, Uni Emirat Arab. Hal yang membedakan masjid ini dengan masjid-masjid yang lain adalah masjid ini memiliki gaya arsitektur tradisional. Masjid ini mampu menampung sekitar 120 jamaah pria dan 40 jamaah wanita. Selain itu, masjid ini merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang berada di kota tua Al Hira.

Kawasan kota tua al-Hira terletak di kota Sharjah. Al-Hira didirikan pada tahun 1613 Masehi ketika suku al-Qawasim pertama kali tiba di kota pesisir ini. Menurut sejarah, masyarakat di kota ini terkenal akan keberanian, kemurahan hati, dan kekayaannya. Mereka sangat tertarik pada ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Banyak di antara mereka yang menjadi filsuf, penulis, dan penyair.  Berabad-abad lalu al-Hira dianggap sebagai pusat perkembangan puisi di Uni Emirat Arab. Selain itu, pertemuan para sastrawan dan penyair juga diadakan di al-Hira.

Baca juga: Malam Henna di Pedesaan Mesir: Sebuah Perayaan CInta dan Persahabatan (Albayaanaat.com)

Masjid ini dibangun kembali oleh pemerintah setempat sebagai bagian dari proyek revitalisasi di kota tua al-Hira. Proyek revitalisasi mencakup masjid Sultan bin Abdullah bin Majid al-Owais, rumah Sultan bin Abdullah bin Majid al-Owais, rumah Hamid Khalaf Bu Khasrah, dan rumah Khalifa Sultan al-Suwaidi. Proyek revitalisasi kota tua al-Hira bertujuan untuk untuk meningkatkan pariwisata dan menarik wisatawan dari seluruh dunia. Proses rekonstruksi masjid yang sudah tua ini sendiri bertujuan merestorasi dan memperindah tanpa mengubah dari bentuk aslinya. Setelah proses pembangunan kembali, masjid ini diresmikan oleh Yang Mulia Syekh Dr Muhammad al-Qasimi, yang merupakan anggota dewan provinsi tertinggi Sharjah pada tanggal 10 Januari 2024.

Masjid ini memiliki arsitektur dengan nuansa Arab kuno. Langit-langit masjid terbuat dari batang kayu dan potongan pelepah pohon kurma yang dipoles untuk memberikan kesan tradisional yang tetap hidup. Kombinasi antara batang kayu dan pelepah pohon kurma menambah kesan Islam masa lalu sekaligus mengingatkan pada keahlian dan kesenian zaman dahulu. Dinding masjid dibangun dari beberapa variasi material, seperti lumpur yang mengeras, batu kapur dan karang laut. Sedangkan, dinding di bagian dalam masjid dilapisi cat yang bertekstur kasar. Pintu dan jendela masjid ini terbuat dari kayu yang memiliki ukiran serta dekorasi bernuansa Arab kuno. Di dalam masjid, karpet yang digunakan sebagai alas shalat memiliki tampilan seperti lantai yang terbuat dari tanah liat yang mengeras, persis seperti lantai pada zaman dahulu. 

Masjid ini juga terdapat lampion yang menambah kesan klasik. Lampion ini digantung pada tiang-tiang masjid, baik di bagian dalam maupun luar masjid. Toilet dan tempat wudhu pada masjid ini didesain untuk menghadirkan suasana budaya Arab klasik. Uniknya, toilet serta tempat wudhu tidak berada di area yang sama. Tempat wudhu berada di area masjid, sedangkan toilet berada agak jauh dari area shalat utama. Perlu diketahui bahwa penempatan area wudhu dan toilet yang terpisah merupakan tradisi yang ada pada masa lalu. Hal ini menandakan adanya komitmen untuk mempertahankan dan menjaga budaya yang ada dalam masyarakat.

Masjid Sultan bin Abdullah bin Majid al-Owais di Sharjah terlihat semakin menarik dengan suasana khas Arab kunonya. Dengan arsitektur yang memadukan material tradisional seperti batang kayu, pelepah kurma, lumpur yang mengeras, batu kapur, batu karang laut, memberikan suasana klasik yang diinginkan, serta ukiran pada pintu dan jendela, serta pemasangan lampion-lampion di dalam ataupun di luar masjid ikut menambah sentuhan artistik dan membuat masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi tempat bersejarah dan memiliki peran dalam mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Sharjah.

Baca juga: Perjalanan Musik Irak dari Tradisi Kuno sampai Era Modern (Albayaanaat.com)

Arsitektur dan ukiran yang bernuansa tradisional dari Masjid Sultan bin Abdullah bin Majid al-Owais memberikan kesan klasik dan rasa nostalgia terhadap masa lalu.  Dalam proyek revitalisasi kota tua al-Hira, pembangunan kembali Masjid ini merupakan bentuk penjagaan dan pelestarian terhadap budaya setempat yang berbentuk bangunan dan sekaligus mengingatkan kembali pada sejarah dan budaya masyarakat Sharjah. Adanya masjid ini menjadi bukti nyata dari warisan leluhur yang keahliannya terus menginspirasi generasi hingga saat ini.

Masjid ini selain berfungsi sebagai tempat beribadah, juga memiliki fungsi sosial sebagai tempat berkumpul dan belajar. Di luar area shalat, terdapat ruang terbuka yang digunakan sebagai tempat untuk berkumpul, berdiskusi, serta belajar al-Qur’an dan ilmu agama.

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naskahTerima kasih.

Posting Komentar

0 Komentar