Fenomena Berbahasa oleh Keturunan Arab di Indonesia


Orang Arab adalah ras yang dikenal nomaden, salah satu tujuan perpindahan internasional yang besar dari orang Arab adalah ke Indonesia. Namun, budaya umum yang masuk dalam pribadi setiap insan membuatnya menjadi janggal ketika dilepaskan dari kehidupan suatu orang atau kaum sebelumnya. Orang Arab memiliki budayanya sendiri dalam berkomunikasi dan dalam aktifitas lainnya. Budaya tersebut membangun suatu pembaharuan pada orang Arab tersebut di Indonesia.

Peneliti melakukan penelitian linguistik pada cara baru orang Arab atau keturunan hasil nomaden tersebut di Indonesia, yaitu interferensi bahasa Arab dalam berbahasa Indonesianya orang-orang tersebut. Penelitian ini dilakukan di Surabaya karena adat tersebut masih sangat kental. Di Surabaya masih banyak orang-orang asli Yaman yang berbahasa Indonesia bercampur dengan bahasa Yaman. Mereka (orang-orang keturunan Arab di Indonesia) -terutama orang Yaman- membagi bangsanya menjadi dua yaitu Wulaiti dan Muallat.

Wulaiti adalah orang-orang keturunan Arab yang lahir di Yaman. Orang Wulaiti pasti bisa berbahasa Arab dan bisa berbahasa Indonesia. Akan tetapi mereka tidak bisa berbahasa Indonesia dengan sempurna. Berbeda dengan Muallat, yang merupakan orang keturunan Arab yang lahir di Indonesia, tetapi hanya sebagian saja dari mereka yang bisa berbahasa Arab.

Baca Juga Sastrawan yang Lahir dari Kandungan Keputusasaan

Peneliti mulai masuk ke kajian dengan mengambil kajian sosiolinguistik. Hal yang dikaji adalah kesalahan penggunaan tuturan kata bahasa Indonesia yang tidak sengaja dan tanpa disadari menjadi sebuah kata tersendiri.

Salah seorang partisipan yang diwawancarai menjelaskan bahwa 95% orang Arab yang tinggal di Indonesia adalah orang-orang Arab keturunan Yaman. Hal tersebut memengaruhi beberapa pembentukan kata yang dipilih, karena masih bercampur dengan bahasa daerah Yaman atau disebut dengan bahasa ‘ammiyah. 

Faktor pertama yang memengaruhi mengapa orang-orang keturunan Arab tersebut di Indonesia memiliki bahasanya sendiri yaitu karena mereka tidak ingin kehilangan identitasnya sebagai orang Arab. Faktor kedua adalah karena banyak dari mereka yang tidak bisa berbicara dengan bahasa Arab sebab sudah terlahir di Indonesia dengan kultur atau budaya Indonesia yang mereka cintai. Sehingga, beberapa campuran tersebut menjadi sebuah susunan bahasa tersendiri bagi orang-orang Arab tersebut karena kata-katanya itu hanya ada di Indonesia.

Data interferensi di bawah ini akan dibagi berdasarkan dua bentuk yaitu morfologi dan fonologi. Karena penelitian di Surabaya sehingga menggunakan bahasa Jawa. Berikut beberapa contoh pemaparan data yang ditemukan dalam bentuk kalimat, antara lain:

  • “Hei wong iku wes kau ato ta?” Dalam arti, “hei orang itu sudah kamu kasih belum?” Kata ato berasal dari bahasa Arab أعطى - يعطي yang dikombinasikan dengan logat Jawa sehingga menjadi ato yang kalimatnya digunakan dalam susunan bahasa daerah di Indonesia.

  • “Nt ikut ke agd gak?” Artinya, “kamu ikut ke acara pernikahan kah?” Kata agd berasal dari bahasa Arab عقد yang artinya “perjanjian” atau “kesepakatan”, tetapi bahasa itu sudah menjadi serapan dalam bahasa Indonesia menjadi kata akad yang artinya “perjanjian” yang lebih sering digunakan sebagai kalimat yang mengarah ke akad pernikahan. Orang-orang keturunan Arab menjaga identitas Arabnya dengan menggabungkan kata akad dengan logat Yaman yang menyebut huruf ق dengan gaf, sehingga menjadi kata agd, begitu juga dengan kata-kata lain yang mengandung huruf ق di dalamnya. Namun, kata agd hanya memiliki makna satu dan pasti yaitu “pernikahan” bukan “perjanjian”.

  • “Ane udah bilang ke die”. Artinya, “saya sudah bilang ke dia”. Ane berasal dari bahasa Arab أنا (ana) yang kemudian dikombinasikan dengan bahasa daerah Betawi seperti kenape, die, kagak bise, dan lain-lain. 

  • “Ayo majlas dolenan Gafle”. Artinya, “ayo nongkrong sambil main Domino”. Gafle berasal dari bahasa Sunda yakni gaple. Namun, orang-orang Arab Indonesia mengubahnya menjadi gafle yang merupakan pengaruh dari logat Arab, tetapi itu tidak merubah makna. Fonem /p/ mengalami peluluhan yang membuatnya menjadi lebih lembut sehingga menjadi /f/. Huruf “p” sering memengaruhi bahasa Indonesianya orang-orang Arab yang berada di Indonesia karena dalam bahasa Arab tidak ada suku.

  • “Nak warung golek wedzang”. Artinya, “ke warung minum wedang”. Wedzang adalah bahasa Jawa yakni wedang yang bermakna “minuman”. Orang-orang Arab tersebut yang berada di Indonesia melafalkannya dengan wedzang. Fonem /d/ yang awalnya hanya satu fonem diubah menjadi fonem ganda yakni /dz/, dalam bahasa Arab /dz/ adalah huruf “ذ” yang diabjadkan. Dari sini bisa disimpulkan bahwa perubahan fonem pada kata wedang merupakan pengaruh dari bahasa Arab.

  • “Ahlaaan be kher nt”. Artinya, “hai apa kabar lama tak jumpa”. Be Kher berasal dari bahasa Arab yakni بخير (bikhair). Orang-orang Arab tersebut di Indonesia menggunakan kata be kher untuk bertanya yakni menanyakan kabar yang dalam bahasa Arab sebenarnya adalah dengan menggunakan kalimat هل أنت بخير؟ (hal anta/i bikhair?), tetapi orang Arab tersebut bukan bermaksud untuk menanyakan hal demikian. Interferensi fonologi dalam hal ini adalah berubahnya vokal /i/ pada kata بي (bii) menjadi /e/, yang kedua adalah berubahnya vokal ganda di tengah kata خير (khair) yakni /ai/ yang mengalami peluluhan menjadi /e/ yang merupakan pengaruh dari bahasa Jawa.

  • Pada kalimat “itu yang punya baudeh”. Baudeh adalah kata yang berasal dari daerah Yaman yakni باعقدة (bā’iqadah) yakni orang Cina yang menggunakan kuncir di rambutnya. Orang Yaman memiliki kebiasaan memberikan sebuah julukan pada orang ataupun etnis yang biasanya muncul dari kebiasaan atau dari pengalaman jasa yang pernah dilakukan oleh seorang atau kelompok terhadap orang-orang Arab tersebut di Indonesia. Biasanya orang Arab memberikan julukan dengan istilah ayah anak seperti أبو هريرا (abū huraira) yakni orang yang suka membawa kucing. Orang Yaman memiliki cara yang berbeda dalam menyebut أبو yaitu mereka menyingkatnya dengan با (). Kata باعقدة (bā’iqadah) maknanya adalah orang Cina karena dahulu orang Cina menggunakan kuncir pada rambutnya sehingga mereka dipanggil ayahnya kuncir. Pada orang-orang Arab tersebut, kata ini mengalami perubahan yakni vokal /a/ pada huruf “د” (da) berubah menjadi vocal /e/ yang merupakan pengaruh dari bahasa Yaman. Sehingga menjadi baudeh.

  • “Nanti mungkin akan dibantu oleh para ahwal”. Artinya, “nanti mungkin akan dibantu oleh orang-orang Jawa”. Ahwal merupakan kata yang diambil dari bahasa Arab yakni أخوال (akhwāl), maksudnya adalah paman-paman mereka. Orang-orang Arab tersebut yang berada di Indonesia menggunakannya untuk memberikan istilah kepada orang Jawa. Mereka memanggil orang Jawa karena leluhur mereka yang pertama datang ke Indonesia menikahi orang-orang Jawa. Jadi, mereka mempunyai para bibi dan paman dari orang Jawa dan mereka menggunakan istilah خال (khāl) untuk memanggil orang-orang Jawa. Sekarang orang-orang Arab tersebut menggunakan panggilan itu sebagai istilah untuk memanggil atau menyebut orang Jawa. Karena menjadi telah istilah, maka orang-orang Arab tersebut menggunakan bentuk jama’ sehingga menjadi أخوال (akhwāl). Dalam hal ini terjadi interferensi fonologi yakni perubahan bunyi  fonem. Fonem /خ/ (kh)  dibaca dengan huruf “h” dalam bahasa Indonesia. Fonem getaran yang terletak di tengah kata yakni /خ/ (kh)  mengalami pelembutan dan membentuk fonem /h/ sehingga menjadi ahwāl yang merupakan pengaruh dari dialek bahasa Indonesia khususnya dialek Jawa.

  • “Ojok bahil-bahil ta”. Artinya, “jangan pelit-pelit dong”. Bahil maksudnya adalah بخيل (bakhȋl). Namun oleh orang Arab tersebut yang berada di Indonesia melafalkannya dengan kata bahil. Fonem /خ / (kh) yang terletak di tengah tenggorokan mengalami peluluhan yang membuatnya menjadi lebih tipis sehingga menjadi huruf “h” yang merupakan pengaruh dari bahasa dan dialek Indonesia.

Baca Juga Ramalam Swawujud dan Mitologi Pygmalion

Faktor kedua itulah yang memengaruhi mereka untuk berpikir tentang identitas Arabnya. Faktor tersebut hanya muncul dan digunakan ketika mereka berkomunikasi dengan sesama orang Arab. Walaupun sesama orang Arab, tetapi mereka tidak bisa berbahasa Arab, sehingga mereka melakukan perubahan pada bahasa Indonesia untuk menjadikannya ciri khas dalam berkomunikasi. Tidak hanya dalam bentuk morfologi, tetapi juga dalam bentuk fonologi pengucapan.

Pemaparan di atas adalah warna tersembunyi yang memperlengkap keragaman di negeri ini. Mereka mencintai bahasa Indonesia akan tetapi identitas diri sebagai orang Arab adalah rasa alamiah yang muncul dengan sendirinya. Sehingga mereka menjadikan bahasa ini sebagai solusi untuk kegundahannya.

Ahmad Assegaf. Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Konsentrasi Kajian Timur Tengah.

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih. 



Posting Komentar

0 Komentar