BERASPIRASI MELALUI KARYA SASTRA

Beraspirasi Melalui Karya Sastra

       Oleh : Bening Permata Dini

Pesta demokrasi, istilah tren yang muncul dalam masyarakat sebagai wujud partisipasi aktif warga negara Indonesia dalam menyambut dan memeriahkan kembali pemilihan umum (pemilu) yang diadakan setiap lima tahun sekali atau satu periode masa kepemimpinan. Kegiatan akbar ini selalu memiliki pengaruh besar terhadap kelangsungan bangsa, setidaknya untuk lima tahun ke depan. Memasuki bulan demokrasi seperti saat ini, banyak hal yang mampu mempengaruhi dan mendoktrin seluruh lapisan masyarakat tak terkecuali para pelaku  politik yang mulai aktif berlomba-lomba menarik suara rakyat melalui berbagai cara. Menurut Kementerian Kominfo, tercatat ada 62 konten hoax terkait pemilu tahun 2019. Hal ini tentunya menimbulkan kegalauan besar bagi para pemuda milenial untuk menentukan sikap politisnya. 


Di tengah zaman yang tidak menentu, banyak kegundahan yang ditimbulkan akibat pengaruh dinamika politik saat ini. Sebagai obat kegalauan kaum milenial, selain berfungsi sebagai penuangan ide, karya sastra juga merupakan sebuah deskripsi berbagai peristiwa, gambaran psikologis, dan berbagai dinamika penyelesaian masalah (Sapardi Djoko Damono).       

Baca Juga :

Harapan Adam


Menilik sejarah perkembangan sastra, terkhusus sastra Timur Tengah, nyatanya karya sastra mampu digunakan untuk menanggapi isu-isu sosial-politik di tengah kehidupan masyarakat. Karya sastra bagaikan anak panah bagi pengarang dan alat ampuh untuk menyuarakan kepedulian serta pengalaman estetikanya sehingga memberikan asupan segar bagi masyarakat.

<Ilustrasi:https://jalandamai.net/halalbihalal-pasca-pesta-demokrasi.html>
Contohnya, Ghassan Kanafani, salah satu tokoh pelopor Adab Muqaawamah (sastra perlawanan) Palestina setelah Mahmoud Darwis . Melalui tulisan tajamnya, Kanafani mampu menjambak langsung kepentingan imperialisme di balik agresi Israel terhadap Palestina. Ini merupakan wujud dan peran penting sastrawan dalam mengontrol kondisi  masyarakat dengan memberi pengaruh besar terhadap pola pikir mereka. Novel serta cerpen yang dihasilkannya banyak mengangkat tema sosial seperti kondisi rakyat Palestina yang hidup terlantar dalam pengungsian akibat Al Nakbah tahun 1948. 

Lalu apakah kaitannya dengan Indonesia saaat ini? Secara implisif, kita harus mengoptimalkan fungsi karya sastra sebagai apresiator dan stabilisator. Karya sastra sebagai jalan baru yang lebih inovatif dalam mengkritisi pemerintahan tanpa menimbulkan pelecehan dan perpecahan. Kebebasan yang dimiliki sastra sebagai karya sangatlah ampuh mendoktrin masyarakat untuk bersikap terbuka. Sejalan dengan itu, Kanafani menyatakan dengan tegas bahwa, “Karya sastra tidak hanya dituntut untuk berbicara tentang keadaan negeri dan rakyatnya, karya sastra harus mengabdi kepada revolusi dan pembebasan”.[Rahning/edt]


<Gambar Ghassan Kanafani: http://www.berdikarionline.com>

“Tanpa keraguan sedikit pun, hari ini kita membutuhkan puisi lebih banyak dari sebelumnya, untuk memulihkan kepekaan kita dan kesadaran kita tentang kesejahteraan kita yang terancam dan kemampuan kita untuk mengejar salah satu mimpi paling indah, adalah kebebasan” (Mahmoud Darwis)


Posting Komentar

0 Komentar