TATIK MARYATUT TASNIMAH & PERANAN PEREMPUAN DALAM DUNIA SASTRA

Oleh Maryam dan Anisa

Nama
Dr. Hj. Tatik Maryatut
Tasnimah, M. Ag
Tempat, tanggal lahir
Magelang, 8 September 1962
Alamat
Temanggung, Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan
- SD N Muntilan (1967- 1973)
- PP. Pabelan Muntilan (1973-1980 = 3th Mts, 3th MA, 1th Pengabdian)
- S1 Sastra Arab IAIN Su­nan Kalijaga (1981-1987)
- S2 Aqidah Filsafat IAIN Sunan Kalijaga (1992- 1997)
- S3 Studi Islam IAIN Su­nan Kalijaga (2004-2010)

“sastra jangan hanya dijadikan sebagai objek material untuk diteliti saja, melainkan harus didekatkan juga dengan alam nyata”

Dunia literasi bagi mahasiswa sangatlah penting. Karena, untuk meng­hadapi era digital, revolusi industri, dan milenial seperti saat ini, harus be­nar-benar melek literasi agar tidak ter­tinggal arus informasi. Sebagai dosen di Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga (SUKA) Yogyakarta.




Tatik berpendapat bahwa saat ini mayoritas orang-orang yang seumu­ran dengannya sudah tidak ada semangat lagi untuk berkecimpung di dunia literasi, kecuali bagi mereka yang memiliki tun­tutan di bidang tersebut. Tetapi bagi ma­hasiswa, berkecimpung di dunia literasi merupakan suatu keniscayaan yang ha­rus melekat di dalam diri masing-masing.



Di samping dunia literasi, Tatik, sebagai perempuan yang saat ini berdomisili di daerah Temanggung itu juga aktif menggeluti dunia sastra. Ke­berhasilannya di dalam menyelesaikan studi hingga jenjang S3 di UIN Sunan Kalijaga pada program Bahasa dan Sastra Arab, membuatnya semakin asyik masuk ke dalam dunia sastra dan literasi. Meskipun, usianya sudah hampir kepala enam, namun semangatnya mengabdi dan berkecimpung di dalam sastra dan lietrasi membuatnya didapuk sebagai ketua program magister Ba­hasa dan Sastra Arab, UIN SUKA Yogyakarta sejak tahun 2017.

Menurut pandangan perempuan kelahiran 1962 ini, ada istilah Cy­ber dalam dunia sastra. Cyber yang dimaksud di sini adalah sastra internet atau sastra online. Maksudnya, sekarang bukan hanya sastra dinding, sastra majalah, atau sastra koran saja, melaikan ada juga sastra online yang justru sangat menjamur di kalangan masyarakat terutama para anak muda. Kehad­iran sastra online sendiri juga menimbulkan dampak positif maupun negatif. Adapun dampak positif yang ditimbulkan seperti, mudah tersebar luas, tidak memerlukan banyak biaya, dan tidak memerlukan banyak kertas. Sedangkan dampak negatifnya yakni, kualitas atau nilai bagus tidaknya dari sastra terse­but dilihat dari banyaknya jumlah like atau dislike, padahal belum tentu yang memperoleh banyak like merupakan suatu konten atau produk yang berkual­itas.

Sebagai perempuan yang sudah mengabdi kurang lebih 29 tahun di dunia pendidikan, Tatik, juga mengungkapkan bahwa ada salah satu tokoh sastra yang sangat ia sukai bahkan sampai menjadi bahan penelitian diser­tasinya, yaitu Al Mari. Ia sangat mengagumi tokoh tersebut dengan alasan banyak karya besar yang telah dihasilkannya dan sudah mendunia meskipun dengan keterbatasan yang dimilikinya. Al Mari adalah seorang sastrawan dunia yang mengalami kebutaan sejak kecil. Sehingga, banyak orang yang mengkaji karyanya dengan sebutan al-Maari Si penyair Buta, sampai seka­rang.

Tidak hanya sampai di sana, Tatik juga menya­takan bahwa peranan perempuan dalam sastra sebe­narnya tidak ada bedanya dengan laki-laki karena, tidak ada batasan untuk berperan semaksimal mungkin. Di Timur Tengah sendiri sebenarnya banyak sastrawan perempuan yang bermunculan, tetapiekspos terhadap peran posisi perempuan di sana terlihat kurang. Ia juga menjelaskan penelitiannya tentang dosen Haikal yang secara umum atau dalam buku-buku Sastra Arab dika­takan bahwa dosen Haikal adalah seorang penulis novel yang pertama pada masa modern.

Setelah melakukan penelitian terhadap novel­nya yang berjudul Zainab, Tatik menyimpulkan bahwa ternyata ada bebera perempuan Libanon yang menu­lis sebelum dosen Haikal. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan kenapa kok itu tidak di ekspos? Nampaknya ada semacam marginalisasi, karena yang menulis sejar­ah itu laki-laki maka yang diangkat adalah laki-laki.

Bagi perempuan 57 tahun itu Perihal sastra, ia juga berpesan agar sastra jangan hanya dijadikan se­bagai objek material untuk diteliti saja, melainkan ha­rus didekatkan juga dengan alam nyata. Karena, hanya akan menunjukkan jika sastra seolah-seolah tampak berada di puncak menara gading. Akan tetapi, jadikan sastra sebagai pendidikan karakter.

Hal ini merupakan tanggung jawab bagi generasi milen­ial agar mampu menurunkan sastra menjadi lebih ber­manfaat lagi bagi kehidupan sehari-hari.Di samping itu, ia juga berharap agar sastra dapat diwujudkan dalam bentuk dunia pariwisata, ekonomi, politik dan teknolo­gi.


 


Posting Komentar

0 Komentar