Dilema Mahasiswa Semester Tua


Mahasiswa terdiri dari dua kata yaitu maha dan siswa. Menurut KBBI, kata maha berarti “besar”, sedangkan siswa berarti “murid”. Santoso (2012) mendefinisikan bahwa mahasiswa adalah orang yang sedang belajar di perguruan tinggi, baik universitas, institut, atau akademi. Mahasiswa sangat identik dengan pemuda yang sering digadang-gadang sebagai agen perubahan (agent of change), di mana maju atau mundurnya suatu bangsa terletak pada pemudanya. 

Diberi gelar sebagai agen perubahan, mahasiswa diyakini mampu menyatukan dan menyampaikan berbagai pikiran, aspirasi, hati nurani untuk memajukan dan mengharumkan nama bangsa. Ir. Soekarno pernah berkata, “Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia.” Berdasarkan hal tersebut, tentu beban mahasiswa atau pemuda sangatlah berat dan tidak semudah memahami mata kuliah Teori Sastra empat SKS melalui Zoom meeting atau mungkin sesulit memahami dia yang selalu bersikap dingin ketika berjumpa.

Topik yang akan penulis sampaikan bukan perjuangan seorang pemuda yang terjun langsung di masyarakat dan bukan pula kisah perjuangan mendapatkan cinta seorang gadis desa. Namun, penulis ingin membuat pembaca terngiang dan terbuai perasaan dengan menggambarkan betapa beratnya beban mahasiswa yang sedang berada di semester “tua”. 

“Tua” disini diartikan sebagai mahasiswa semester enam ke atas yang sedang mengalami masa-masa krusial. Mereka banyak mengalami godaan yang beragam mulai dari tergiur mencari penghasilan lebih, ingin membuka usaha rintisan, ingin udahan aja, hingga ingin cepat menikah terlebih di kalangan wanita. 

Makan tak kenyang, tidur tak nyenyak, dan pikiran bercabang itulah yang kini dirasakan oleh mahasiswa semester “tua”. Belum lagi ada mata kuliah yang nilainya bobrok karena terlena pada perkuliahan di semester awal. Dahulu mereka berprinsip “lulus tepat waktu”, tetapi sekarang berganti menjadi “lulus pada waktu yang tepat daripada tidak lulus sama sekali”. Daripada sayang uang UKT semester satu sampai empat belas tidak menghasilkan apa-apa, minimal mendapat gelar sarjana di belakang nama. Lantas bagaimana dengan ilmunya? Dipikir belakangan aja.

Oleh karena itu, siapapun kalian yang berada di posisi ini, tetaplah kuat dan jangan patah semangat. Cobalah kembali merenungkan iktikad, dan proses kalian mulai dari awal diterima di kampus yang diinginkan, program studi yang didambakan serta tujuan awal masuk perkuliahan. Penulis yakin mahasiswa adalah orang-orang yang kuat, apalagi mahasiswa semester “tua”.

Sedikit menyemangati, “Pemuda harus punya visi yang jauh ke depan. Misalnya, 20 tahun ke depan akan menjadi apa. Untuk bisa mewujudkan visi itu, pemuda harus punya tiga gesit, yaitu gesit otak, gesit tangan, dan gesit gaul.” - Rizal Ramli.

Oktariansyah. Mahasiswa BSA UIN Sunan Kalijaga.

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih. 


Posting Komentar

1 Komentar

  1. Benar sekali, banyak mahasiswa yang banting stir dari yang lulis secepatnya menjadi lulus pada waktu , dosen saya sering mengatakan bahwa di sem 6 ini sudah saat nya memilirkan masalah penelitian yang tidak akan pernah di ganti sampai skripsi itu selesai malah ada yang mengatakan bahwa jika sudah ada hal yng mau di teliti tidak ada salahnya pada sem awal sudah di perjuangkan . Trimakasih salam perjuangan

    BalasHapus

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan