Nuansa Haru Jatuhnya Mesir ke Tangan Napoleon dalam Drama Ad-Dūdah wa Ats-Tsu’bān


al-Bayaanaat.com- Pementasan kedua mata kuliah Dramaturgi dipersembahkan oleh kelas D dengan judul drama Ad-Dūdah wa Ats-Tsu’bān. Drama tersebut mengambil latar Mesir pada tahun 1801, saat itu keadaan Mesir yang kacau menimbulkan perpecahan di antara panglima Turki Utsmani dan Mamluk. Napoleon Bonaparte melihat celah dan berusaha memanfaatkan peluang tersebut dengan pasukan Perancis untuk membumihanguskan Sungai Nil beserta penduduk sipil. 

Cerita dibuka dengan dialog antara tiga tokoh yang bernama Syekh Al-Jausaqiy, Murad dan Ibrahim Bek. Ibrahim Bek lebih dahulu mendatangi Syekh Al-Jausaqiy dan bermaksud menitipkan harta yang ia timbun, hal yang sama juga dilakukan oleh Murad yang mendatangi Syeikh Jausaqi dan berniat menitipkan hartanya. Tokoh utama dalam drama ini adalah Syekh Al-Jausaqiy yang enggan menerima titipan harta dari Ibrahim Bek dan Murad karena harta teresebut dapat menjadi boomerang bagi syekh dan anak asuhnya. 

Usut punya usut ketiga tokoh tersebut memiliki sifat buruk yakni memperebutkan harta. Ibrahim Bek dan Murad sangat jelas digambarkan sebagai sosok yang cinta harta.

Menurut Ibrahim lebih baik menerima sebagian harta miliknya, dibanding mengambil pungutan dari tunanetra dan menggunakan uang tersebut layaknya sang pemilik uang pribadi. Bahkan, uang tersebut digunakan untuk membangun fasilitas seperti rumah susun, perkantoran, penggilingan, dan pembuatan roti. Akan tetapi Syekh Al-Jausaqiy menolak pernyataan tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya adalah bapak asuh, wali amanah bagi tunanetra, sehingga berhak menyimpan harta milik tunanetra, mengurus keperluan serta menggunakan uang mereka untuk pembangunan fasilitas. Syekh Al-Jausaqiy juga berkata bahwa semua fasilitas yang dibangunnya itu milik tunanetra bukan milik pribadi. Dengan pernayataan khasnya, “Saya tidak bisa disuap oleh siapapun.”

Akan tetapi anehnya, ketika Murad juga melakukan negosiasi untuk menitipkan hartanya kepada Syekh Al-Jausaqiy, permintaan itu akan dikabulkan Syeikh Jausaqi dengan syarat Murad memberikan kunci gudang persenjaatan. Permintaan itupun ditolak mentah-mentah oleh Murad dengan dalih, “Anda akan membunuh saya dan pasukan saya bersama gembel-gembel Anda, Syekh!” ujar Murad. Syekh pun menolak permintaan Murad sebagai bentuk gertakan bahwa syekh tetap enggan menerima permintaan Murad. Alasan yang rasional untuk membalik tuduhan dan kecurigaan Ibrahim Bek dan Murad. Dalam hal ini sutradara berhasil mengecoh penonton bahwa syekh adalah protagonis “tulen”. 

 

Klimaks drama sekaligus akhir pementasan ditutup dengan keadaan Mesir yang kacau akibat serangan Napoleon yang mengakibatkan terbunuhnya Murad beserta pasukannya dan Syekh Al-Jausaqiy. Karakter Ad-Dūdah (cacing) dan Ats-Tsu’bān (ular) merupakan representasi tokoh yang menggerogoti dari dalam yang dimunculkan pada karakter Ibrahim Bek dan Murad. Hal ini karena mereka sibuk mengurus harta dan meperebutkannya di tengah kecamuk bangsa Mesir.

Baca jugaAli Baba dan Para Penyamun: Pembuka Teater Aswad 2022

Naskah drama ini diadaptasi oleh Mifrah Disni, Munzila Adelawati dan Nawang Lily mahasiswa BSA 2018. Sebelum naskah Ad-Dūdah wa Ats-Tsu’bān disepakati ada beberapa naskah lainnya yang menjadi pertimbangan pengadaptasi naskah yaitu “Sayap-sayap Patah” karya Kahlil Gibran dan Audatu al-Firdaus tentang sejarah kemerdekaan Indonesia. Lalu kenapa memilih naskah Ad-Dūdah wa Ats-Tsu’bān? Mifrah ketika diwawancarai mengungkapkan alasannya pada (12/01), “Karena keterbatasan pemain dan kami udah ada gambaran juga, negaramu sedang hancur, malah penguasanya sibuk mengurusi harta. Problematika ini sering terjadi di banyak negara.” 

Pementasan drama satu babak yang berdurasi 40 menit tersebut disutradarai oleh Furqon Ubaidilah sukses digelar pada Selasa, 18 Januari 2022 di ruang teatrikal Fakultas Adab. Acara dimulai pukul 13. 25 WIB. Kuota penonton terbatas hanya diwakili oleh beberapa orang dari setiap kelas dan Aning selaku dosen pengampu mata kuliah Dramaturgi.

Dari beberapa penonton yang menyaksikan Ad-Dūdah wa Ats-Tsu’bān secara live, mereka sepakat bahwa Syekh Al-Jausaqiy adalah protogonis “tulen” tanpa ada sisi yang buruk. Pernyataan ini disetujui oleh Aning yang turut menyaksikan pementasan tersebut. “Sempat terpikir, ini syekh-nya baik atau buruk, sutradaranya menunjuk syekh sebagai protogonis yang baik, saya terharu itu ketika syekh melawan serangan Napoleon,” tutur Aning saat ditemui al-Bayaanaat (18/01). 

Alunan biola yang dimainkan oleh Lukman disertai pembacaan puisi oleh Munzila Adelawati banyak mencuri perhatian penonton. Diyah ayu, Indri Safitri, Ismail Hasibuan, Yusril dan Nur Dini sepakat bahwa, “Alunan musik dan untaian puisi sangat serasi dan menyentuh.” ungkap mereka kepada al-Bayaanaat (18/01) di Fakultas Adab. Beberapa di antara mereka ikut merasakan nuansa sedih seakan kehilangan sosok guru. Secara keseluruhan penampilan Ad-Dūdah wa Ats-Tsu’bān baik. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Aning di akhir wawancara, “Secara keseluruhan baik, karena naskah pendek jadi pengerjaannya itu rapi dan cantik. Terus ada hal-hal baru yang dimunculkan misalnya berani menerobos “dinding keempat” ditengah-tengah itu dipotong oleh sutradara. Selain itu, sutradara juga memberi penjelasan, itu suatu ide yang baru,” Aning juga menambahkan bahwa, “Mata kuliah Dramaturgi memiliki korelasi dengan mata kuliah yang lain yaitu dengan apresiasi dalam bentuk teater yang mengusung khazanah sastra Arab.” (Rahmat/Hidayati)

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih.

Posting Komentar

0 Komentar