Mawakib Al-Ahrar: Syahid Memperjuangkan Rasa Nasionalisme

Syahid membela tanah air, merupakan representasi Haji Musthafa tokoh utama drama Mawakib Al-Ahrar karya Najib al-Kīlanī. Drama yang disuguhkan oleh mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab (BSA) C 2018 menceritakan tentang perjuangan rakyat Mesir (Kaum Mamalik) dalam melawan penjajahan Turki Utsmani, tetapi belum usai penjajahan Turki, Mesir kedatangan Prancis yang juga melakukan ekspansi. Produksi drama Mawakib Al-Ahrar dipimpin oleh Ni’ma Royyin Husnaya dan disutradarai oleh Halimah Sa’diyah puncaknya pada Januari 2022.

Diceritakan, Haji Musthafa (pribumi Mesir) bertemu dengan Bartalamin (pemuda asal Armenia sebagai minoritas) di Mesir, keduanya bekerja sebagai pedagang. Bartalamin memiliki dua kepribadian—ia akan bepura-pura baik di hadapan rakyat Mesir dengan menolak penjajahan Mesir— di sisi lain ia mendukung ekspansi Prancis terhadap Mesir. Bartalamin sangat mendambakan kekuasaan, jabatan serta harta dengan tujuan untuk mendukung Prancis menghancurkan Mesir.

Singkat cerita, pasukan Prancis berhasil menaklukkan Kaum Mamalik dan Bartalamin pun mendapatkan kekuasaan. Hubungan Prancis dengan Kaum Mamalik awalnya baik, akan tetapi sikap Bartalamin yang kejam dan semena-mena atas rakyat menimbulkan percikan api kebencian rakyat Mesir. Ketidakpuasan itu berujung pada pemberontakan Haji Musthafa bersama Syekh Ali dan Syekh Ibrahim (warga Bulaq) yang menentang Bartalamin. Perang saudara tidak terelakkan. Haji Musthofa gugur dalam huru-hara perangan dan ia syahid di tangan Bartalamin.

Menariknya, sentuhan asmara juga mewarnai drama Mawakib Al-Ahrar. Ibrahim Agha seorang Prajurit Mamalik menyukai Hilda putri Bartalamin. Hubungan mereka tak direstui karena perbedaan agama, ditambah status Ibrahim yang hanya prajurit rendah. Suatu ketika Bartalamin memanfaatkan Ibrahim dengan menipunya bahwa pasukan Prancis datang dari barat, padahal Prancis datang dari timur, hal itu menyebabkan Mamalik kalah.

Prancis memberi jabatan kepada Bartalamin karena bantuannya. Perayaan kemenangan Prancis dirayakan dengan pesta minum, semua mabuk termasuk juga Hilda. Karena kelalaian Bartalamin malam itu, Hilda direngut kehormatannya oleh Deboi (panglima Prancis). Ibrahim yang semula tidak mengetahui kejadian itu bersikap biasa, tetapi setelah Bartalamin memberi tahu kabar buruk tersebut ia berniat meninggalkan Hilda. Hingga pada suatu perang, Ibrahim bertemu Bartalamin dan  ia diperbolehkan menemui Hilda.

Unsur peperangan, pengkhianatan dan cinta mewarnai drama Mawakib Al Ahrar. Syahda Aimmatul sebagai  penulis naskah menyampaikan nilai nasionalisme ditonjolkan sebagai pesan moral drama tersebut. “Kita harus mempertahankan negara kita walaupun dijajah oleh orang dalam negara kita sendiri yang bersekongkol dengan penjajah luar," tuturnya pada al-Bayaanaat via WhatsApp (27/01/2022).

Baca jugaMamu Zein: Romansa Kasih Tak Sampai

M. Sayyid An-Nabil sebagai aktor mengaku banyak kendala dalam produksi, seperti kesibukan anggota, waktu yang terbatas dan baru dapat serius dalam satu bulan terakhir. “Ada banyak kendala mulai dari memahami naskah, waktu yang terbatas, juga kurang kompak saat jadwalnya latihan.” Berbeda dengan aktor lainnya Ida Chairun Nisa yang mengaku senang menikmati perannya meski sering kelelahan, “Benar-benar menguras tenaga, pikiran, dan biaya. Tapi saya pribadi senang, karena bisa bertemu teman-teman setelah pandemi,” tuturnya pada al-Bayaanaat (28/01/2022).

Auli Muhafidoh/Mifrah

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih.

Posting Komentar

0 Komentar