Mengulik Karya Sastrawan Yordania

albayaanaat.com - Abdulrahman bin Ibrahim al-Munif atau yang dikenal dengan sebutan Abdulrahman Munif kelahiran Yordania, 29 Mei 1933 adalah seorang penulis cerpen, novelis, jurnalis dan kritikus budaya Arab Saudi. Dalam karyanya, ia membahas represi, korupsi dan krisis dunia Arab seperti minyak, politik islam dan sebagainya. Ia juga dianggap sebagai salah satu penulis Arab modern yang paling signifikan dan terbaik pada abad ke-20.

Sebagai warga negara Saudi yang dibesarkan di Amman Yordania, ia pernah belajar tradisional Alquran di Kuttab sebelum diterima di sekolah dasar. Setelah menempuh pendidikan sekolah menengah di Yordania, ia melanjutkan studi hukum di Baghdad pada tahun 1952. Ia menjadi seorang aktivis Partai Ba’ath dan melanjutkan studinya di Kairo, lalu mengambil gelar Ph.D dalam bidang ekonomi perminyakan di Universitas Belgrade. Selama berkarier di industri minyak tersebut, ia pernah menjabat sebagai ekonom perminyakan di Baghdad dan bekerja untuk OPEC. Pada tahun 1975, Abdulrahman Munif menjadi editor bulanan al-Naft wa al-Tanmiyya (Minyak dan Pembangunan). Selanjutnya pada tahun 1981, ia pindah ke Boulogne Prancis dan pindah ke Damaskus lima tahun kemudian, lalu menetap di sana bersama istrinya. Sejak tahun 1970, Abdulrahman Munif mencurahkan dirinya pada kegiatan tulis-menulis. Ia memulai debutnya dengan Al-Ashjar wa-Ightiyal Marzuq (1973). Selain itu, saat di Irak ia menjalin persahabatan baik dengan sastrawan Palestina, Jabra Ibrahim Jabra, sehingga ia mendapat dorongan dalam tulisannya dan mereka menghasilkan beberapa karya tulis. 

Salah satu karya Abdulrahman Munif yaitu Mudun al-Milh (Cities of Salt) yang pertama kali diterbitkan tahun 1984 di Lebanon, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Peter Theroux. Novel tersebut menggambarkan efek luas dari penemuan cadangan minyak yang sangat besar di bawah oasis di semenanjung Arab dan juga menggambarkan potret masyarakat Badui yang dimulai dengan pembentukan kesultanan Moor di Timur Tengah. Dalam novelnya, ia menciptakan kota khayali di padang pasir. Latar belakang waktunya dibuat maju mundur dan mereplikasi teknik bercerita tradisional, yakni kurang memperhatikan situasi waktu, panjang dan dengan versi berlainan dari peristiwa tertentu. Seluruh serinya memberikan gambaran transformasi mendalam dari masyarakat Arab tribal menuju masa praminyak sampai masa sekarang. Namun, ketika itu novel ini dilarang di Arab Saudi dan paspor miliknya dicabut. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa karyanya ini hanyalah fiksi belaka dan tidak ada kaitan langsung antara peristiwa dan karakter dalam novel dengan “fakta” sejarah.

Salah satu penjelasan yang mungkin dari judul buku “Cities of Salt” adalah baik garam maupun minyak adalah sumber daya yang sangat berharga di masa lalu dan sekarang. Analogi tersebut menyinggung negara-negara yang memiliki sumber daya minyak yang melimpah di dunia Arab. Penjelasan lain dikemukakan oleh Abdulrahman Munif sendiri dalam sebuah wawancara, “Kota-kota garam berarti kota-kota yang tidak menawarkan keberadaan yang berkelanjutan. Ketika air masuk, gelombang pertama akan melarutkan garam dan membuat kota-kota kaca yang besar ini menjadi debu. Di zaman kuno, seperti Anda tahu, banyak kota menghilang begitu saja.”

Dapat dikatakan bahwa “Cities of Salt” lebih dekat dengan realisme sastra, karena menggambarkan kehidupan dan aktivitas sehari-hari di antara orang-orang Arab kelas bawah dengan sedikit “idealisasi atau dramatisasi romantis”. Boullata mengklaim “Cities of Salt” adalah tulisan pascakolonial, sebab narasi pertemuan budaya antara Timur dan Barat adalah upaya untuk membangun keaslian Arab dan melepaskan diri dari pengaruh Barat. “Cities of Salt” digambarkan oleh Edward Said sebagai satu-satunya karya fiksi serius yang mencoba menunjukkan efek minyak, Amerika dan oligarki lokal di negara Teluk Arab. Abdulrahman Munif sendiri menampilkan dirinya sebagai sejarawan kehidupan Arab yang mencatat keprihatinan dan masalah sehari-hari orang-orang Arab yang tertindas dan mencurahkannya ke dalam kata-kata. 

Baca juga: ‘Audatu Al-Firdaus: Api Cinta Ali Ahmad Bakatsir untuk Indonesia (albayaanaat.com)

Selain novel Mudun al-Milh (Cities of Salt), karya-karya Abdulrahman Munif yang lain di antaranya adalah Qissat Hubb Majusiyyah (1974); Sharq al-Mutawasit (1975); al-Nihayat (1978); al-Dimuqratiyyah Daiman (1992); Sirat Madinah (1994) dan lain-lain. Sejumlah penghargaan yang pernah diraih pada semasa hidupnya yaitu Penghargaan Budaya al-Uwais yang setara dengan hadiah Nobel Sastra Arab pada tahun 1989. Ia juga menerima penghargaan Kairo untuk Narasi Kreatif pada tahun 1998. Abdulrahman Munif meninggal dunia pada 24 Januari 2004 setelah sakit berkepanjangan selama dalam pengasingan di Suriah. Ia dikenang sebagai novelis Arab yang memperkaya budaya Arab melalui prosa sastranya. Menurut Ibrahim Nasrullah, Novelis Yordania, Abdulrahman Munif adalah salah satu penulis paling berani dan mulia di dunia Arab.

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih.

Posting Komentar

0 Komentar