Merajut Warisan Kultural: Bahasa Jawa dalam Kitab Kuning Era Multietnik

 Naufal Hafizh, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Indonesia adalah salah satu negara yang dikategorikan sebagai negara multietnik. Selain Papua Nugini dengan 1000 etnik, dan India dengan total 2500 etnik menurut CNN dalam lamannya, Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki 1340 suku bangsa dengan etnik terbesar di Indonesia yang didominasi oleh suku Jawa dengan total 95,2 Juta penduduk atau  40,2 persen dari total populasi Indonesia, disusul oleh suku Sunda dengan total 36,7 juta jiwa atau 15,5 persen dari populasi di Indonesia menurut data BPS tahun 2010.

Popularitas bahasa Jawa seringkali menjadi alat untuk mentransformasikan bahasa asing guna memudahkan pemahaman masyakarat lokal yang seringkali kurang memahami bahasa asing seperti bahasa Arab. Transformasi bahasa Arab ke dalam bahasa Jawa sebagai bahasa sasaran umumnya digunakan untuk kegiatan pendidikan agama seperti tradisi penerjemahan kitab kuning dengan mengadaptasi metode Pegon sebagai cara dasar untuk menerjemahkan secara gramatika dan translasi dari bahasa Arab kitab kuning menjadi bahasa Jawa. Metode Pegon sangat terkenal di kalangan santri yang bertempat tinggal di Jawa (Jawa Tengah dan Timur) sehingga sudah menjadi hal lumrah bagi masyarakat Jawa mengenal Arab Pegon, yaitu bahasa Arab berbentuk bahasa Jawa. Penerapan metode Pegon dalam penerjemahan bahasa Arab ke dalam bahasa Jawa sudah lama dilakukan jauh sebelum berdirinya Negara Indonesia, sebuah penelitian menyebutkan bahwa metode Pegon sudah ada sejak akhir abad ke 15 Masehi.

Beberapa hal yang menarik mengenai Pegon telah diungkapkan dalam beberapa penelitian di antaranya seperti penandaan berbahasa Jawa dalam penerjemahan kitab kuning berpengaruh terhadap pemahaman pelajar (santri). Penelitian lain juga menjelaskan bahwa transformasi bahasa yang terjadi di pesantren menjadikannya sebagai instansi riset strategis yang tidak akan kehilangan jati dirinya dalam menyerap literatur berbahasa asing. Selain itu, transformasi bahasa atau dikenal dengan tafsir lokal yang diterapkan pada Al-Qur'an merupakan bentuk dari kreativitas ekspresi dalam berbahasa yang memiliki kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat.

Baca juga: Teknologi Dunia Perfiman dan Postmodernisme - Bagian Satu (albayaanaat.com)

Namun, mengingat komposisi Pulau Jawa yang dihuni suku Sunda sebesar 36,7 juta jiwa, sudah pasti pesantren tidak hanya diisi oleh suku Jawa, tetapi juga diisi oleh suku Sunda. Seperti halnya sebuah penelitian yang mengungkapkan komposisi suku pada Pesantren Lirboyo di Kediri pada tahun 2020 yang memiliki sekitar 32.203 santri dan 5,3% merupakan santri yang berasal dari luar Jawa. Santri yang berasal dari luar Jawa (Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur) sering kali menemui kendala struktural dalam menekuni bahasa Arab di pesantren yang kesehariannya menggunakan bahasa Jawa.

Santri luar Jawa dapat didefinisikan sebagai pelajar yang bukan berasal dari etnis Jawa dan menekuni pendidikan di pesantren berbasis bahasa Jawa. Mereka umumnya berasal dari daerah mantan Ibu Kota (Jakarta Raya sekarang) atau memang bukan berasal dari pulau Jawa itu sendiri. Dalam menempuh pendidikan di tempat yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari, tidak jarang mereka menemukan kendala dalam hal bahasa, khususnya bahasa sebagai alat komunikasi karena terdapat perbedaan kultur bahasa di antara mereka. Mereka sering kali merasa minder atau rendah diri karena merasa menjadi minoritas di lingkungan tersebut, dan hal ini menjadi pemicu terhambatnya perkembangan belajar santri yang berasal dari luar Jawa, khususnya dalam belajar bahasa Arab.

Hal krusial yang menjadi faktor penghambat santri dari luar Jawa dalam proses pembelajaran bahasa Arab menurut sebuah penelitian mengenai pendidikan bahasa Arab Pegon terhadap non-Jawa (dari luar Jawa) adalah adanya penerapan metode Pegon. Menurut penelitian tersebut, kesulitan yang dialami oleh santri non-Jawa tidak condong pada masalah penguasaan bahasa Arab saja, namun lebih kepada teknik penerjemahan kepada bahasa target yakni bahasa Jawa sebagai bahasa native mereka (bahasa ibu), mengingat Pegon hanya menggunakan bahasa Jawa dalam menerjemahkan bahasa Arab. Menurut penelitian itu, Metode Pegon telah menjadi hal yang “mendiskriminasi” dalam proses pembelajaran di pondok pesantren khususnya dalam mempelajari bahasa Arab.

Problem atau masalah yang timbul dari penerapan metode Pegon dapat dilihat dari perbedaan level pemahaman santri dalam pembelajaran bahasa Arab berbasis metode Arab Pegon. Menurut penelitian dari Jurnal Pendidikan Islam, penerapan metode Arab Pegon menimbulkan dua permasalahan, yaitu masalah kultural dan masalah struktural. Secara kultural, para santri mengalami kesulitan dalam memahami kaidah-kaidah umum bahasa Arab, dan hal ini lumrah terjadi dalam proses belajar. Namun, pada problem struktural, sistem pendidikan pesantren mengharuskan para santri untuk menggunakan dan hanya menggunakan metode Pegon dalam proses pembelajaran bahasa Arab.

Sisi lain dari penggunaan metode Arab Pegon dalam penelitian terdahulu memiliki hasil yang berbeda, seperti pengajaran metode Pegon yang dapat memudahkan penguasaan kaidah bahasa Arab. Studi yang dilakukan di Jombang - Jawa Timur juga menyebutkan beberapa keuntungan mengenai penerapan metode Pegon dalam pembelajaran bahasa Arab di pesantren, di antaranya adalah mengetahui setiap posisi kata secara struktur gramatika, mendapatkan banyak kosakata, yaitu Arab dan Jawa, serta menjadi salah satu bentuk membudidayakan kekayaan Nusantara.  

Kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada metode Arab Pegon yang disajikan pada penelitian-penelitian terdahulu setidaknya telah memberikan sedikit wawasan dan pemahaman bahwa dalam proses belajar, kita perlu memperhatikan latar belakang orang yang sedang diajar, atau yang sedang belajar bersama kita. Ketepatan bahasa sasaran dengan melihat latar belakang setiap santri dalam teknik mengajar di pesantren dapat diterapkan sebagai bentuk keadilan yang merata dan menghilangkan "diskriminasi" dalam belajar bahasa.

Baca juga: Teknologi Dunia Perfilman dan Postmodernisme - Bagian Dua (albayaanaat.com)

Namun, bagaimana perspektif santri itu sendiri ketika ditanya mengenai urgensi metode Pegon atau berbahasa Jawa dalam penerjemahan kitab kuning? sebuah studi yang sedang dilakukan mengenai efektivitas berbahasa Jawa dalam penerjemahan kitab kuning menunjukkan hasil yang cukup variatif. Sedikit disclaimer bahwa hasil studi dari responden tidak dapat digeneralisasi, sehingga memerlukan studi lanjutan mengenai permasalahan tersebut. Berdasarkan 38 responden terpilih yang menjadi representasi dengan beberapa kriteria, hasil menunjukkan bahwa 51,4% santri lebih memilih berbahasa Indonesia dalam penerjemahan kitab kuning, artinya setengah dari populasi santri lebih berminat menggunakan bahasa Indonesia dari pada bahasa Jawa, selain itu mayoritas responden merasa kesulitan dalam memahami kitab kuning dengan terjemahan berbahasa Jawa dengan jumlah 48,6% santri. Akan tetapi, harapan mereka terhadap penerjemahan kitab kuning berbahasa Jawa cukup tinggi. Hampir seluruh responden mengungkapkan kebutuhan mereka terhadap penerjemahan kitab kuning berbahasa Jawa.

Dapat disimpulkan dari data mengenai persepsi Santri terhadap penerjemahan kitab kuning berbahasa Jawa atau dengan metode Pegon bahwa meskipun para pegiat bahasa dari kalangan santri mengalami kesulitan dalam mempelajari metode Pegon atau bahasa Jawa dalam menerjemahkan kitab, mereka juga memiliki harapan yang tinggi terkait penerjemahan berbahasa Jawa. Dugaan awal penulis menyatakan bahwa mungkin hal itu terjadi karena para santri tetap ingin melestarikan budaya luhur para pendahulu. Metode Arab Pegon adalah warisan budaya ulama terdahulu, yang dengannya, islam dapat disebarkan dengan lebih mudah dan lebih dekat dengan budaya.

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naskahTerima kasih.

Posting Komentar

0 Komentar