Novel Kontroversial Hamka Mendobrak Kekakuan Budaya

Fatiha, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Judul Buku                     : Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck 

Penulis                           : Haji Abdul Malik Karim Amrullah

Penerbit                         : Balai Pustaka

Tahun terbit                  2013

Jumlah Halaman           : xii + 264 halaman 

ISBN                                : 979-690-997-9

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, ialah pengarang masterpiece novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. la lahir pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang, Sumatera Barat dan wafat pada 24 Juli 1981 di Jakarta. Ia adalah seorang ulama sekaligus sastrawan kebanggaan tanah air. Sosok yang kerap disapa dengan sebutan Buya Hamka itu merupakan seorang yang aktif di organisasi keagamaan. Ia sempat menjadi anggota Masyumi, anggota Muhammadiyah, juga ketua pertama MUI. Selain sibuk berkiprah di bidang keagamaan, Hamka juga banyak menulis semasa hidupnya. Karya-karyanya telah dinikmati oleh masyarakat Indonesia maupun mancanegara. Beberapa di antara karya Hamka yang terkenal adalah Tafsir Al-Azhar, Di Bawah Lindungan Ka’bah, dan tentunya Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck.

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck mengisahkan tentang romansa antara dua manusia yang terhalang oleh adat istiadat. Melalui novel ini, Hamka berusaha mendobrak adat istiadat yang dianggap negatif dan merugikan. Dengan memadukan budaya, sejarah, agama, dan romansa, novel ini berhasil membawa nama Hamka semakin melejit. Selain diterjemahkan ke beberapa bahasa, novel ini juga telah diangkat ke layar lebar.

Kisah bermula ketika Zainuddin memutuskan untuk melihat kampung halaman ayahnya di Batipuh, Padang. Sebatang kara itu meninggalkan tanah kelahirannya, Mengkasar, karena tak lagi dimilikinya saudara sedarah. Selain itu, ia bercita-cita melihat tempat ayahnya berasal sekaligus menyambung silaturahmi dengan keluarga ayahnya. Sayang, kehadirannya yang tak pernah diharapkan di Padang membuatnya terasingkan. Meski baik budinya, ia tak pernah dianggap sebagai saudara. Hidupnya kian merana hingga ia menemukan sosok jelita yang memikat hatinya.

Hayati namanya, ia adalah sosok perempuan tanah Padang yang menjunjung tinggi adat Minangkabau. Diwarisi nasab yang terpandang, Hayati dituntut dan diharapkan untuk mendapatkan pasangan yang terpandang pula. Hatinya menginginkan Zainuddin. Tetapi demi menghormati tetua dan adatnya, ia memilih untuk menghianati janjinya pada Zainuddin. Hayati pun menikah dengan pemuda kaya yang gagah dan berpendidikan. Bahagia kiranya ketika ia menikahi lelaki yang suka berfoya-foya, berjudi, dan main perempuan. Kian lama kian nampaklah sifat asli dari lelaki yang hanya menginginkan kecantikan Hayati itu.

Di daerah lain, di Padang Panjang, Zainuddin yang bekerja keras mencari kekayaan untuk mempersunting Hayati, akhirnya mengetahui bahwa ia telah dikhianati. Tak cukup ia menjadi orang asing di tanah ayahnya, kini cinta sucinya pun harus dikhianati oleh perempuan yang juga mencintainya. Zainuddin kehilangan seluruh semangat hidupnya dan kembalilah ia ke titik terendah dalam hidupnya. Tinggallah Zainuddin sebagai seorang pesakitan.

Suatu ketika, perkataan seseorang yang kelak menjadi sahabat Zainuddin membuatnya sadar bahwa ia harus melanjutkan hidup. Zainuddin pun memutuskan untuk menyambung hidupnya di tanah perantauan, tanah Jawa. Bernafaskan kesengsaraannya selama hidup dan rasa sakit atas pengkhianatan, Zainuddin membuat karya yang diminati oleh khalayak. Zainuddin menjadi sosok terkenal, sukses, dan kaya raya berkat dukungan sahabat yang selalu ada di sisinya. Hal ini sungguh berkebalikan dengan kondisi Hayati yang menyengsarakan hati.

Singkat cerita, suami Hayati menceraikan dan menitipkan Hayati kepada Zainuddin. Hayati dengan rasa cinta yang tak berubah masih mengharapkan penerimaan Zainuddin terhadap dirinya. Namun, Zainuddin dengan segala ego dan rasa sakit yang dialaminya menolak dan mengusir Hayati dengan hormat. Hingga Zainuddin menyadari kesalahan baru yang ia perbuat. Egonya menolak Hayati, tetapi hatinya selalu memuja wanita itu.

Hayati tengah berlayar menuju kampung halamannya dan meninggalkan Zainuddin yang tengah bergelut dengan batinnya. Zainuddin terlambat menyadari kesalahannya. Kapal Van Der Wijck telah karam bersama Hayati di dalamnya. Meski Hayati ditemukan dalam keadaan sadar dan Zainuddin berhasil menyatakan rasa sesal dan cintanya pada Hayati, namun mereka tak pernah ditakdirkan untuk bersama. Zainuddin memang diciptakan dengan kesengsaraan bahkan hingga akhir hayatnya.

Tak perlu heran jika karya Hamka ini diminati oleh banyak orang. Hamka sangat mahir mempermainkan emosi pembaca. Pembaca selalu dibuat penasaran akan kelanjutan dari setiap kejadian. Alurnya tersusun dengan rapi. Perwatakan tokohnya realistis. Konflik, klimaks, dan kodanya tidak selalu sesuai harapan pembaca tetapi begitu memuaskan. Karya ini dapat dinikmati sebagai hiburan tanpa mengaburkan pesan yang ingin disampaikan.

Baca juga: Jokpin Hadir Lagi dengan Kumpulan Kisahnya yang Jenaka dan Sederhana (albayaanaat.com)

Di samping banyaknya kelebihan novel yang tak bisa disebutkan secara keseluruhan, terdapat poin yang menjadi kekurangan dari novel ini. Novel ini pernah menuai kontroversi karena isu plagiarisme serta bahasa vulgar yang digunakan. Novel ini banyak menggunakan bahasa dan gaya bahasa daerah sehingga tidak semua orang dapat memahaminya. Perlu pemahaman yang baik terhadap bahasa yang digunakan dalam novel ini. Selain itu, kalimat dan paragraf yang disampaikan berulang-ulang berpotensi membuat pembaca jenuh. Novel ini juga tidak diperuntukkan untuk semua kalangan terutama anak-anak.

Terlepas dari apa yang telah disampaikan, kelebihan dan kekurangan tentu bisa bermacam-macam tergantung dari sudut pandang mana yang digunakan. Kelebihan yang disampaikan mungkin tidak dirasakan oleh sebagian orang. Termasuk kekurangan yang disampaikan sebenarnya dapat menjadi nilai plus bagi novel ini.

Secara keseluruhan, novel ini jauh dari tidak layak untuk dibaca, baik sebagai hiburan maupun sarana memperluas pengetahuan. Tidak ada kekurangan yang berarti dalam novel ini. Kisahnya sarat akan pesan cinta dan agama serta kritik adat istiadat.

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naskahTerima kasih.

Posting Komentar

0 Komentar