Adonis: si Penyair dengan Pemikirannya yang Kontroversial


Nama penanya terinspirasi dari salah satu dewa dari mitologi Yunani-Funisia. Dalam mitologi ini, Adonis adalah dewa kematian dan kebangkitan tumbuhan, yang ceritanya memiliki resonansi kuat bagi Adonis, si penyair. Adunis atau yang lebih dikenal Adonis merupakan nama pena dari seorang penyair Arab yang karya-karyanya bervisi radikal ketika mengungkapkan sejarah dan kebudayaan Arab. Harapannya adalah memberikan perubahan dan modernitas dalam pemikiran Islam.

Dia adalah Ali Ahmad Sa’id Asbar, lahir pada Januari 1930 di Qassabian, sebuah daerah pegunungan kecil di Suriah Barat. Dia adalah anak pertama dari enam bersaudara. Ayahnya merupakan seorang petani dan imam masjid. Dia tidak mengenyam pendidikan formal hingga usia 12 tahun. Meski begitu, dia tetap belajar membaca dan menulis. Nama Adonis sendiri mulai dipakainya ketika dia berusia 17 tahun. Adonis menyelesaikan pendidikannya di bidang hukum dan filsafat, Universitas Damaskus pada tahun 1973 dan memperoleh gelar PhD dalam sastra Arab di Universitas St Joseph, Beirut.

Baca juga: Mau Mahir Bahasa Arab? Coba Platform Digital Al Jazeera Ini!

Dikenal sebagai pelopor modernitas, Adonis adalah seorang penyair sekaligus kritikus yang mengkaji secara holistik tentang Arab-Islam. Dalam pendekatannya, dia menggunakan sastra sebagai tempat untuk memperkenalkan kebudayaan dengan menghadirkan unsur pokok perubahan dalam dunia Arab-Islam. Secara umum, Adonis mengkaji puisi dan perkembangannya seraya menganggapnya sebagai  representasi perubahan kebudayaan dan peradaban Arab.

Karya disertasinya yang berjudul “al-Thabit  wa  al-Mutahawwil; bahth fi al-Ibda’ wa al-Ittiba’ ‘Idn al-‘Arab” pernah menggemparkan dunia pemikiran Arab. Di dalamnya, Adonis mengistilahkan stagnasi sebagai al-Thabit atau Thubut yang merepresentasikan kejumudan, kemapanan, ketertutupan dan sejenisnya yang terjadi dalam dunia Arab. Sementara al-Mutahawwil sebagai konsep yang menolak kekolotan yang statis (al-thabit) berdasarkan tafsir  khusus terhadap  masa  lalu  dengan  berusaha  mentransformasikan  masyarakat masuk ke dalam orientasi yang dikehendaki. Dalam buku ini, pemikiran yang ditawarkan Adonis adalah kebebasan  bagi  semua pihak  untuk  mengkreasikan kearifan budaya yang mereka miliki dengan sekreatif mungkin. Secara otomatis pemikiran ini mengusir sikap kolot, jumud dan hanya bergantung pada sesuatu yang ada dan sesuatu yang diwariskan oleh generasi terdahulu. Konsep ini berusaha mempropagandakan kreatifitas tanpa harus meninggalkan tradisi terdahulu atau boleh saja menggunakannya.

Konsep al-thabit yang ditawarkan Adonis didefinisikannya sebagai pemikiran yang berdasar pada teks, dan sifat al-thabit ini diterapkan baik dalam memahami maupun mengevaluasi. Konsep ini menurut Adonis berdasarkan pada pemaknaan yang bersifat teks karena umat Islam meyakini bahasa Arab sebagai bahasa yang dapat memahami Al-Qur’an. Adapun konsep al-mutahawwil, memiliki dua definisi. Yang pertama sebagai pemikiran yang didasari pada teks tetapi harus melalui interpretasi yang mendalam sehingga teks tersebut dapat beradaptasi dengan realitas dan perubahan. Yang kedua adalah sebagai pemikiran yang bersumber dari akal dan tidak termasuk dalam teks karena disini teks sama sekali tidak mengandung otoritas. Pemikiran yang berubah ini merupakan bentuk dari refleksi kebudayaan.

Baca juga: Menelaah Eksistensi Kritik Sastra Menggunakan Dzauq Adabiy

Pemikirannya yang bervisi radikal menghasilakn kurang lebih 30 karya yang kontroversial. Adapun beberapa karya kontroversialnya yang telah dibukukan, antara lain Qasaid al-Ula, Aghani Mihyar al-Dimsyq, Auraq fi al-Rih, Kitab al-Tahawulat wa al-Hijri fi aqolim al-Lail wa al-Nahar, Masrah wa al-Maraya, Hada Huwa Ismi, Mufrad bi Sighat al-Jum’, al-Kitab amsi al-Makan al-Am, al-A’mal al-Syi’riyah, Muqaddimah al-Syi’ru al-‘Araby, Zaman al-Syi’r, al-Syi’ru al-‘Arabiyah dan lainnya. Sebagian besar buku karyanya berupa antologi puisi. Keunikan dari karya-karya Adonis terletak pada karakter dan ruh puisinya yang bersifat revolusioner dan terbilang cukup berani dibandingkan puisi-puisi Arab lainnya. Dalam puisinya, Adonis menggambarkan fenomena sosial bangsa Arab yang stagnan dan mengritiknya untuk perubahan.

Pemikiran Adonis yang berakar dari sastra, lalu berkembang merangkul berbagai aspek kebudayaan seperti agama, filsafat, teologi, dan sejarah, menunjukkan pendekatan yang lebih menyeluruh dibandingkan dengan kajian para pemikir Arab-Islam lainnya seperti Abid al-Jabiri, Hassan Hanafi, Nasr Hamid Abu Zayd, dan Muhammad Arkoun.

Salsabila AfifahMahasiswa Bahasa dan Sastra Arab, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih.

Posting Komentar

0 Komentar