Grounding Emosi melalui menulis Puisi

Menulis sering kali menjadi pelarian bagi mereka yang enggan mengungkapkan isi hati secara langsung. Tidak semua orang merasa nyaman berbagi kisah dengan orang lain, sehingga tulisan menjadi wadah untuk meredakan emosi yang terpendam. Dalam hidup, setiap individu memiliki pergulatan batinnya sendiri, dan tidak jarang mereka memilih diam daripada berbicara.

Puisi, sebagai bentuk ekspresi seni, menawarkan ruang bagi siapa saja untuk meluapkan perasaan mereka. William Wordsworth, penyair aliran Romantisme, pernah mengatakan bahwa puisi adalah luapan spontan dari emosi yang mendalam. Ini menunjukkan bahwa menulis puisi bukan sekadar aktivitas estetis, tetapi juga sebuah kebutuhan psikologis untuk meredakan tekanan batin. Emosi yang dibiarkan menumpuk dapat menguras energi, dan menuangkannya dalam bentuk tulisan sering kali menjadi jalan keluar yang lebih aman dan personal.

Baca juga: Adonis: si Penyair dengan Pemikirannya yang Kontroversial

Sejak dahulu, manusia mencari cara untuk menyalurkan keresahan mereka. Jika pada masa Arab klasik para penyair berbicara dengan pohon dan batu karena keterbatasan budaya tulis-menulis, kini buku dan kertas menjadi teman setia yang mampu menyimpan perasaan dengan lebih abadi. Puisi bukan sekadar rangkaian kata, melainkan cerminan jiwa yang mencari ketenangan dalam kesunyian.

Menjadikan tulisan sebagai pelampiasan emosi memang bisa membantu meredakan keresahan batin, tetapi penting juga untuk menemukan keseimbangan dalam mengelola perasaan. Jika menulis puisi menjadi cara untuk mengungkapkan isi hati, maka membagikannya kepada orang yang dipercaya bisa menjadi langkah lanjutan untuk mendapatkan dukungan emosional.

Selain itu, mencoba berbagai bentuk ekspresi lain, seperti berbicara dengan sahabat, berkonsultasi dengan ahli, atau menyalurkan emosi melalui seni dan olahraga, dapat membantu dalam mengatasi tekanan batin dengan lebih efektif. Jangan biarkan diri tenggelam dalam kesunyian terlalu lama—sebab terkadang, berbagi dengan orang lain bisa menjadi jalan terbaik untuk menemukan ketenangan.

Puisi dan tulisan memang dapat menjadi sahabat setia dalam mengurai perasaan, tetapi manusia tetaplah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Beranilah untuk membuka diri, karena sering kali solusi terbaik datang dari tempat yang tak terduga.

Baca juga: Saring Sebelum Sharing! (Etika kesantunan bahasa di ruang digital)

Naufal Hafizh, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN  Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih.

Posting Komentar

0 Komentar