Saring Sebelum Sharing! (Etika kesantunan bahasa di ruang digital)


Di era digital saat ini, ruang komunikasi tidak lagi terbatas pada tatap muka. Hampir seluruh generasi saat ini tak lepas dari aktivitas di ruang maya, seperti forum diskusi online, grup WhatsApp kelas, media sosial, hingga email resmi kepada dosen.

Komunikasi di ruang digital seringkali disepelekan. Banyak ditemukan kalimat-kalimat yang menyinggung dan menggunakan bahasa yang tidak santun, terlebih dalam kolom komentar di media sosial. Hal itu bisa jadi dikarenakan ruang digital sering membuat batas-batas etika menjadi kabur. Wajah tidak terlihat, suara pun tidak terdengar sehingga mudah bagi seseorang untuk tergelincir dalam ketidaksopanan. Penutur tidak dapat melihat ekspresi dari mitra tutur terhadap kalimat yang dilontarkan. Ruang komunikasi digital juga memungkinkan penutur tidak mengetahui usia mitra tutur sehingga bahasa yang digunakan juga tidak disesuaikan.

Dengan kebebasan tersebut haruskah kesantunan berbahasa tetap diterapkan? Artikel ini akan menjawab pertanyaan tersebut.


Bahasa Mencerminkan Diri

Bahasa bisa menjadi cerminan kepribadian seseorang, baik berbahasa dalam dunia offline maupun online. Cara ia menulis pesan, mengomentari unggahan, atau menyampaikan kritik di media sosial mencerminkan karakter dan nilai yang ia pegang.  Semakin tinggi tingkat pendidikan dan intelektual seseorang, seharusnya lebih memiliki rasa tanggung jawab moral untuk menjaga mutu dan etika berbahasa, bahkan di ruang digital yang cenderung bebas dan tanpa batas.
Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Nurhayati Rahmat, ahli linguistik dari Universitas Negeri Yogyakarta, “Bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga refleksi dari sikap dan kesadaran sosial. Etika berbahasa adalah bagian dari literasi budaya yang penting dikuasai oleh generasi muda.”

Baca Juga: 

Prinsip Kesantunan dalam Teori Semantik-Pragmatik

Dalam kajian pragmatik, Geoffrey Leech (1983) mengemukakan enam prinsip kesantunan (Politeness Maxims) yang bisa dijadikan landasan dalam menjaga sopan santun berbahasa, termasuk di ruang digital:

1. Maxim Kebijaksanaan (Tact Maxim)

Maxim kebijaksanaan berprinsip untuk tidak memaksakan kehendak, terutama dalam permintaan atau perintah. Contoh: “Maaf, bolehkah saya bertanya sebentar?” lebih sopan dibanding “Tolong jawab sekarang.”

2. Maxim Kedermawanan (Generosity Maxim)

Fokus pada kebaikan kepada orang lain, bukan diri sendiri. Misalnya: “Kalau tidak keberatan, saya sangat menghargai bantuan Anda.”

3. Maxim Pujian (Approbation Maxim)

Hindari kritik langsung. Berikan pujian sebelum menyampaikan pendapat berbeda. Contoh: “Idemu menarik, tapi bagaimana kalau...”

4. Maxim Kerendahan Hati (Modesty Maxim):

Jangan terlalu menonjolkan diri. Contoh: “Mungkin ide saya masih sederhana, tapi boleh saya sampaikan?”

5. Maxim Kesepakatan (Agreement Maxim):

Cari titik temu dalam diskusi. “Saya setuju dengan pendapat itu, dan saya ingin menambahkan...”

6. Maxim Simpati (Sympathy Maxim):

Tunjukkan empati terhadap situasi orang lain. “Saya ikut prihatin atas kejadian itu, semoga lekas membaik.”

Mengaplikasikan prinsip-prinsip tersebut dalam interaksi digital membuat komunikasi lebih hangat, inklusif, dan tidak menyinggung pihak lain. Contoh kalimat yang ada di atas memang terkesan kaku untuk memudahkan pemahaman pada prinsip kesantunan Leech. Pada prakteknya di dunia digital, kita bisa menggunakan bahasa yang lebih santai namun tetap santun.


Membangun Budaya Digital yang Beradab

Meski ruang digital lebih memberi kebebasan dalam berbahasa dan komunikasi, namun prinsip kesantunan tetap harus diterapkan. Ruang digital hanyalah sebagai media baru dalam berkomunikasi dengan cakupan lebih luas, namun norma dan moral tetap terikat. Sebab, kata-kata yang tertulis di dunia maya tetap memiliki dampak sosial di dunia nyata.

Kita dapat mengambil dan menerapkan prinsip kesantunan Leech untuk membangun ruang digital yang sehat, cerdas, dan manusiawi. Serta meningkatkan value masyarakat Indonesia yang santun dan beradab.


Zarkasya Umniyah 'Ulya


al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naskahTerima kasih. 

 

Posting Komentar

2 Komentar

Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan