Literasi Membangun Negeri



Ketika angin pagi berhembus kencang, membawa udara sejuk penuh kedamaian. Tampak dari kejauhan Budi berjalan tergesa-gesa. Wati yang berada di depan teras rumahnya pun menyapanya. 

“Hai, Budi! Kenapa kamu terlihat tergesa-gesa sekali?” Tanya Wati. 

“Oh, Wati. Ini aku mau pergi ke balai desa. Mau ikut program vaksinasi, takutnya nanti antre lama.” Sahut Budi. 

“Beneran kamu mau ikut vaksinasi? Tahu engga, kemarin warga sebelah ada yang meninggal dunia gara-gara habis ikut vaksinasi. Aku saranin mending ngga usah ikut deh, daripada ntar ada apa-apa.”

“Eh, yang benar kamu? Kok aku jadi takut ya?”

“Iya, makanya tak bilangin ngga usah ikut vaksinasi.”

Kejadian seperti ini mungkin sering terjadi di masyarakat. Banyaknya berita yang belum jelas kebenarannya atau hoaks sering memicu keresahan dalam masyarakat. Dan parahnya, berita seperti itu mudah sekali menyebar dari satu individu ke individu lain dan berakhir menjadi kebenaran publik yang diamini oleh masyarakat secara kolektif. Ketika berita tersebut telah mengakar kuat maka untuk meluruskannya pun bukan perkara mudah. 

Meluasnya berita hoaks pada dasarnya dipengaruhi oleh kurangnya daya literasi yang dimiliki oleh seseorang. Bicara soal literasi, mungkin yang terbayang dalam benak kita adalah perihal membaca dan menulis. Hal demikian tidak salah, mengingat bahwa membaca dan menulis adalah salah satu bagian dari kegiatan literasi. Namun, yang perlu digarisbawahi bahwa makna literasi telah berkembang secara luas. Literasi yang selalu dikaitkan dengan masalah membaca dan menulis adalah definisi usang yang perlu dikaji ulang. 

Menurut lembaga Education Development Center, literasi adalah kemampuan individu dalam memanfaatkan potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam hidupnya. Literasi tidak hanya dipahami sebagai kemampuan untuk membaca kata, tetapi juga membaca dunia. Menilik dari definisi tersebut, maka dapat dipahami bahwa literasi adalah sebuah upaya untuk memperoleh informasi, mengolah, menganalisis, mengkritisi, dan menerapkannya dalam praktik kehidupan nyata. Informasi ini tidak hanya sekadar dari bacaan tetapi dapat berupa audio visual maupun yang lainnya.

Dalam hal ini, konsep “saring sebelum sharing” adalah langkah yang tepat untuk mengurangi penyebaran berita hoaks. Tidak langsung meng-‘iya’-kan informasi yang didapat, tetapi harus mengklarifikasi, verifikasi, dan konfirmasi. Rasa skeptis atau meragukan informasi yang beredar bukan berarti bersikap suuzan. Hal tersebut merupakan suatu kewaspadaan dan kehati-hatian supaya tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat akibat ketidaktahuan kita. 

Kemampuan literasi menjadi aspek penting dalam pendidikan. Bahkan sekarang ini, literasi menjadi parameter penilaian dalam AKM (Asesmen Kompetensi Minimum) sebagai pengganti dari ujian nasional pada tahun-tahun sebelumnya. Tidak berlebihan jika kita berasumsi bahwa semakin banyak masyarakat dalam suatu bangsa yang melek literasi, maka kemajuan bangsa tersebut tidak dapat dipungkiri. Sudah saatnya pemuda hari ini memperbanyak bacaan, mengolah informasi, dan menganalisisnya, sehingga dapat mengambil kesimpulan yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Tidak ada manfaat dari bonus demografi jika pemudanya terlalu sering menyibukkan diri hanya untuk urusan Instagram Story.


Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih. 

Posting Komentar

0 Komentar