Fenomena Mengemis Online, Disrupsi Digital di Tengah Krisis Sosial Ekonomi

Di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu, kemajuan media sosial bak menjadi angin segar bagi masyarakat negeri ini. Masifnya penggunaan media sosial oleh generasi milenial kini telah mempengaruhi pola pikir masyarakat mengenai cara baru dalam menghasilkan pundi-pundi rupiah. Tidak sedikit yang tertarik menjadi konten kreator di berbagai platform media sosial, contohnya adalah Tik-tok.

Mirisnya, demi mendapatkan popularitas serta uang dari media sosial, banyak orang yang akhirnya kehilangan nalar empatinya. Kita dapat menilik kasus yang menjadi sorotan akhir-akhir ini, yakni konten meresahkan di akun Tik-tok  @intan_komalasari92 yang menampilkan seorang nenek  mandi lumpur hingga berendam di kolam berjam-jam demi mendapat saweran dari penonton. Hal itu dilakukan tanpa memedulikan efek berbahaya bagi kesehatan sang nenek.

Untuk menindak fenomena mengemis online ini, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menerbitkan surat edaran (SE) yang ditujukan kepada pemerintah daerah (Pemda). Sebagaimana Dilansir dari Kompas.com, surat edaran bernomor 2 Tahun 2023 tersebut berisi tentang Penertiban Kegiatan Eksploitasi dan/atau Kegiatan Mengemis yang Memanfaatkan Lanjut Usia, Anak, Penyandang Disabilitas, dan/atau Kelompok Rentan Lainnya. Terbitnya surat edaran ini tak ayal menuai berbagai komentar masyarakat.

Ada yang beranggapan bahwa munculnya fenomena mengemis Online ini menjadi tanda gagalnya pembangunan ekonomi Indonesia. Beberapa pihak menyatakan keberatan terhadap surat edaran ini. Mereka menggangap larangan tanpa adanya solusi sama saja membunuh perlahan. Selain itu, mereka melakukan hal tersebut karena sulitnya mencari pekerjaan.

Baca juga: Meditasi Mindfulness - albayaanaat.com

Hal ini bukanlah isapan jempol belaka, dilansir dari instagram Folkative, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyampaikan bahwa hingga saat ini, total pengangguran di Indonesia mencapai 8,4 juta orang, dan sebanyak 2.8 juta, atau 33,45 persen, menyerah dalam mencari pekerjaan, itu menjadi bukti sulitnya mencari pekerjaan di Indonesia saat ini.

Ada pula yang beranggapan kurang tepat rasanya jika hanya memandang fenomena ini dari aspek kegagalan ekonomi ataupun dampak negatif dari adanya media sosial Tik-tok, karena peran permasalahan sosial pun hadir di sini. Sebenarnya hal seperti ini bukanlah fenomena baru, mengemis sudah menjadi permasalahan lama, hanya saja sekarang caranya yang berbeda.

Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan alih-alih membuat konten mengemis untuk mendapatkan uang seperti, berjualan online, membuat konten edukasi, dan macam-macam pekerjaan lain yang harusnya menjadi semakin beragam seiring dengan kemajuan teknologi.

Pola pikir masyarakat saat ini yang cenderung pragmatis menginginkan kesejahteraan hidup secara instan, juga dinilai menjadi penyebabnya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa nyatanya banyak pengemis yang memiliki rumah gedong dan hidup yang serba berkecukupan. Begitu pun dengan pemilik akun @intan_komalasari92, Ia mampu membeli motor, AC, dan barang-barang lainnya dari hasil live Tik-tok, sebagaimana unggahan di akun Facebook miliknya.

Tren untuk mendapatkan uang serta ketenaran dengan menjadi konten kreator media sosial di era disrupsi digital ini tidak hanya melanda kelas bawah. Baik dari kalangan kaya maupun miskin, keduanya akan tetap memproduksi konten agar viral dengan menggunakan segala sumber daya di lingkungan sekitar mereka. Misalnya orang kaya membuat konten pamer kekayaan dengar menayangkan penggunaan pesawat jet pribadi, memamerkan rumah, dan lain-lain.

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjadi warga net yang cerdas di era disrupsi digital dan menyetop terjadinya kasus seperti mandi lumpur ini adalah dengan memfilter tontonan kita. Artinya kita tidak memberikan perhatian maupun kontribusi terhadap hal tersebut. Dengan tidak menonton ataupun memberikan koin pada konten-konten yang negatif itu, kita sudah mengambil satu aksi nyata sebab tontonan adalah tuntunan.

Baca juga: Menilik Genealogi Muwasysyahat: Penemuan Barat atau Arab?

Selain itu, anak-anak hendaknya tidak dibiarkan bermain sosial media sendirian. Mereka perlu diawasi agar melihat tontonan sesuai dengan usianya dan tidak terkena dampak negatif dari banjirnya informasi di media sosial. Hal ini perlu dilakukan karena anak-anak masa ini adalah aset bagi masa depan.

Mutiara Imania Mediana, Mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.


Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih.

Posting Komentar

0 Komentar