Karnak Kafe: Antara Cinta dan Ideologi

 

albayaanaat.com - Teater Aswad UIN Sunan Kalijaga kembali menggelar pentas drama di Gedung Societet Militoir, Taman Budaya Yogyakarta pada Sabtu 11 Februari 2023. Pentas drama Karnak Kafe diproduksi secara independen oleh mahasiswa semester tujuh Program Studi Bahasa dan Sastra Arab sebagai tugas akhir mata kuliah Dramaturgi. Produksi Karnak Kafe dipimpin oleh Rois Wahabil Amin dan disutradarai oleh M. Gilang Refi Nusyairi. Sedangkan, pengolahan dan adaptasi naskah ditulis oleh Vika Nailul Rohmi, Erika Kurniawati, dan Iskandar Suhairi. Pementasan yang diawali dengan sambutan Dr. Sujadi, M.A. (Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama) dan riuh tepuk tangan penonton.

Karnak Kafe merupakan pementasan drama yang diadaptasi dari novel memorial karya Naguib Mahfouz. Drama ini menceritakan kondisi politik Mesir di akhir tahun 1960-an, saat sedang dirundung kekacauan dan kecemasan akibat sikap otoriter pemerintah. Di samping pergulatan pemerintah dengan kelompok Ikhwanul Muslimin dan Komunis, teater ini juga mengangkat kisah cinta Qurunfula (sang madam pemilik Karnak Kafe) yang diabaikan oleh Hilmi Hamada (seorang komunis). Kisah cinta Qurunfula yang diabaikan Hilmi Hamada sukses mencampur aduk perasaan lebih dari 300 penonton yang menyaksikannya. 

Baca juga: Syahrazad "Sosok Perempuan Penggerak Perubahan"

Mila, aktor utama drama ini, sukses memerankan tokoh Qurunfula. Akting putus asa dan mabuk (akibat cintanya yang tak tersampaikan) sukses membuat riuh ruangan dengan tepuk tangan penonton. “Drama ini ingin menyampaikan pesan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih, tetapi setiap orang juga harus siap dengan segala konsekuensi pilihannya. Seperti tokoh Qurunfula yang harus memilih antara ideologi atau cinta dalam hidupnya,” ujar Vika saat diwawancarai melalui Whatsapp (13/02).

Pemilihan Karnak Kafe sebagai objek pementasan dilatarbelakangi oleh realitas sosial, budaya, dan sejarah masyarakat Mesir yang diolah dan digambarkan ulang dengan piawai oleh Naguib Mahfouz, salah satu sastrawan besar Mesir. Sehingga, karya ini, dalam apapun bentuknya, masih cukup relevan dengan konteks Mesir masa kini. Terlebih, kelompok politik berbasis keagamaan yang diceritakan novel ini juga masih hangat diperbincangkan.

“Aktor dan crew teater yang baru pertama kali melakukan pementasan drama tentu memiliki tantangan tersendiri pada pementasan drama ini. Aktor dan seluruh crew mempersiapkan pementasan spektakuler ini lebih dari tujuh bulan sehingga drama dapat disuguhkan dengan sangat apik. Kekompakan dan kerjasama tim juga mengantarkan drama ini menjadi sebuah kebanggaan bagi setiap pemainnya. Pembuatan setiap adegan hingga dapat dinikmati dan dimengerti alurnya oleh penonton menjadi momen tak terlupakan bagi setiap bagian dari pementasan ini,” ujar Gilang saat diwawancarai melalui Whatsapp (13/02).

Baca juga: Nuansa Haru Jatuhnya Mesir ke Tangan Napoleon dalam Deana Ad-Dūdag wa Ats-Tsu'bān

Teater Aswad merupakan kelompok teater milik Program Studi Bahasa dan Sastra Arab yang menampilkan pementasan drama setiap tahunnya sebagai salah satu output yang dimiliki mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab. Adanya teater ini diharapkan dapat menyuburkan kebermanfaatan, kegiatan apresiasi seni, dan perhatian dari penikmat teater terhadap karya sastra Timur Tengah dalam lokus mahasiswa, khususnya Program Studi Bahasa dan Sastra Arab.

Reporter/Editor: Nailul/Misbahul

Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksahTerimakasih.

Posting Komentar

0 Komentar